Pandemi COVID-19 telah menciptakan realitas baru bagi masyarakat, khususnya dalam cara bekerja dan beraktivitas. Pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan pemerintah pada 2020, melarang hampir seluruh kegiatan fisik di beberapa sektor, seperti pariwisata dan transportasi. Dampaknya, realitas baru ini membuka celah disrupsi bagi bisnis, di mana mereka harus berinovasi dengan terobosan-terobosan yang bersifat hybrid, serta memanfaatkan teknologi untuk ‘menyulap’ aktivitas yang biasanya dilakukan offline ke online.
Dengan perubahan kultur kerja yang begitu masif ini, tak heran jika kini semakin banyak perusahan melakukan pivot yang berfokus pada pertumbuhan digitalisasi bisnis mereka untuk bisa bertahan dan mengakselerasi pangsa pasar. Pivot pertumbuhan ini tentunya harus disertai dengan peningkatan pengalaman pelanggan, yang mana diklaim sebagai salah satu pendorong besar transformasi digital. Namun untuk bisa menciptakan bisnis yang sepenuhnya customer-centric, mereka juga perlu membangun Connected Enterprise.
Dalam sesi keynote CTI IT Infrastructure Summit 2022 yang diadakan pada Kamis, 10 Maret 2022 lalu, Adrian Clamp selaku Global Head of Connected Enterprise (Digital Transformation) KPMG, berbagi insight menarik terkait mengapa Connected Enterprise memegang faktor penting untuk menciptakan customer-centricity yang maksimal bagi bisnis. Ingin tahu lebih lanjut tentang rangkuman sesi Adrian Clamp soal Connected Enterprise? Lengkapnya, baca artikel berikut.
Apa Itu Connected Enterprise?
Connected Enterprise adalah sebuah proses membangun bisnis yang difokuskan di sekitar pelanggan untuk model bisnis yang lebih cepat, di mana nantinya dalam proses ini orang-orang, data, serta teknologi bisa berinteraksi untuk meningkatkan tingkat performa yang akan ditujukan ke para pelanggan.
“Connected Enterprise adalah salah satu bentuk transformasi digital ideal untuk membuat skema bisnis menjadi customer centric. Cara ini menghubungkan semua proses, fungsi, dan hubungan antar divisi di sebuah perusahaan, dan memfokuskan seluruh aspek tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, menciptakan nilai bisnis yang lebih, dan tentunya mendorong pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Adrian dalam sesi keynote-nya.
Customer-Centricity Menjadi Faktor Pendorong Connected Enterprise
Dalam sesi keynote ini, Adrian melanjutkan bahwa fokus pada pelanggan atau customer-centricity menjadi salah satu faktor pendorong untuk menciptakan Connected Enterprise. Lewat temuan KPMG yang ditampilkan ke para peserta IT Summit, meningkatkan kualitas pengalaman pelanggan menjadi prioritas utama pelaku bisnis pada 2021, dengan persentase sebanyak 41 persen.
Selain itu, survei yang melibatkan 820 responden ini juga mengungkap beberapa prioritas lain, seperti modernisasi infrastruktur IT (41 persen), memastikan pelanggan memiliki pengalaman yang seamless dan aman (37 persen), meningkatkan profitabilitas (37 persen), modernisasi operasional bisnis (36 persen), eksplor model bisnis atau revenue stream baru (35 persen), meningkatkan kecepatan dan respons bisnis untuk melayani pelanggan dengan baik (34 persen), dan meningkatkan pengalaman karyawan (33 persen).
Seperti Apa Tantangan dalam Menerapkan Connected Enterprise?
Tentu tak mudah bagi semua bisnis untuk menerapkan konsep Connected Enterprise dalam waktu singkat. Adrian mengungkap, ada sejumlah tantangan yang dialami bisnis untuk mengadopsi Connected Enterprise, seperti masih kurangnya customer centricity, kurang cepatnya perusahaan dalam berinovasi, fungsi yang masih tertutup, serta banyaknya data yang harus dihubungkan. Menariknya, isu-isu tersebut tak cuma dialami beberapa pemain industri besar seperti perbankan, ausransi, pemerintahan, atau kesehatan, tetapi hampir di semua jenis industri.
“Masalah-masalah ini muncul dalam kondisi berbeda, tetapi ada di hampir semua sektor. Karenanya, untuk bisa menghubungkan antar divisi dan mendorong transformasi digital berbasis pelanggan, ada sejumlah strategi yang perlu dilakukan bisnis untuk menjadi sebuah perusahaan Connected Enterprise,” kata Adrian.
Adrian meneruskan, strategi yang dimaksud adalah kemampuan bisnis untuk memahami masa depan sektor mereka, serta dapat melakukan prediksi dari situasi yang ada, seperti mempelajari ke mana arah bisnis yang dijalankan, mengetahui jika ada tanda-tanda perubahan model bisnis, serta faktor apa yang paling mempengaruhi sektor bisnis.
Pada tahap ini, Adrian menekankan perusahaan seharusnya sudah mengetahui tanda-tanda perubahan dan bagaimana mereka bisa bersikap untuk mengambil langkah mengubah model bisnis, serta memahami bagaimana pools of revenue mengubah sebuah sektor. Dengan demikian, perusahaan kiranya harus bisa memiliki mindset “tahu di mana mereka berada, dan fokus pada value stream” untuk tetap bisa berpacu dengan perubahan yang serba cepat.
“Contoh saja jika bisnis Anda di otomotif, Anda harus bisa mengetahui tanda-tanda perubahan adopsi pelanggan yang mulai beralih ke kendaraan elektrik, atau mempelajari perubahan teknologi pada kendaraan otonomos. Dengan melihat perubahan ini, tentu preferensi pelanggan Anda mulai berubah ke arah mobility as a service,” tuturnya menjelaskan.
Cara Efektif Membangun Connected Enterprise
Adrian mengungkapkan cara paling efektif bagi bisnis untuk membangun konsep Connected Enterprise. Salah satunya adalah memiliki pemikiran customer-centric, memahami masa depan sector, serta mengadopsi skill teknologi modern seperti cloud.
“Teknologi menjadi kunci yang memungkinkan transformasi customer-centric untuk Connected Enterprise, dengan memungkinkan bisnis bergerak untuk mendorong infrastruktur dan pertumbuhan data mereka. Dalam hal ini, cloud juga menjadi ekosistem besar yang dapat mengakselerasi pertumbuhan perusahaan,” kata Adrian.
Jika perusahaan berhasil menerapkan langkah tersebut, mereka otomatis akan menciptakan Connected Enterprise dengan berbagai keuntungan, seperti lebih mudah mendapatkan insight terkait masa depan sektor mereka, meraih value stream, memiliki kemampuan lebih baik untuk dapat menghubungkan antar sistem dan divisi, memiliki blueprints dari teknologi, serta pada akhirnya berhasil melakukan transformasi digital yang gesit.
“Dari sini, bisnis akan menciptakan performa untuk masa depan yang bisa di-sustain, dengan peningkatan kinerja dan value yang akan dirasakan oleh pelanggan. Proses tersebut akan menggabungkan orang-orang di dalam bisnis tersebut, untuk berinteraksi dengan teknologi dan data yang digunakan agar dapat meraih tingkat performa baru yang lebih tinggi,” tuturnya menerangkan.
8 Keunggulan Connected Enterprise
Adrian juga menjelaskan bahwa Connected Enterprise memiliki setidaknya delapan kemampuan untuk membantu perusahaan menciptakan kinerja yang tinggi dan bisa membuka peluang investasi yang signifikan. Apa saja? Berikut di antaranya.
- Membantu bisnis melakukan strategi dan tindakan berbasis insight
- Mendorong bisnis untuk menghadirkan layanan dan produk inovatif
- Merancang layanan yang berpusat pada pengalaman pelanggan
- Menciptakan interaksi yang seamless
- Operasional dan rantai pasokan yang responsif
- Workforce yang sejajar dan diberdayakan
- Arsitektur teknologi yang digital sepenuhnya
- Ekosistem partner terintegrasi
“Jika bisnis dapat memanfaatkan keunggulan dari kemampuan-kemampuan ini, mereka pasti akan mendapatkan dampak setidaknya dua kali lebih tinggi terhadap investasi mereka. Ini artinya, pilihan mereka untuk tumbuh dan menghemat biaya akan lebih besar, dan perusahaan tentu akan menjadi lebih agile,” jelas Adrian.
Ingin Menjadi Connected Enterprise? Lakukan 5 Cara Ini
Untuk bisa bertransformasi menjadi perusahaan yang sepenuhnya menganut konsep Connected Enterprise, Adrian mengungkap lima cara. Pertama, perusahaan harus membangun ulang bisnis mereka di sekitar pelanggannya, seperti memikirkan masa depan sektor perusahaan, mendapatkan value stream, serta memahami pola perjalanan pelanggan.
Adapun yang kedua, lanjut Adrian, bisnis harus bisa cerdas memanfaatkan teknologi-teknologi modern untuk membuka kemampuan baru.
“Yang ketiga, bisnis harus bisa menciptakan organisasi secara borderless, di mana mereka bisa menghubungkan silo-silo bisnis, silo-silo teknologi, dan menghubungkan ekosistem yang lebih besar,” terang Adrian.
Sementara yang keempat, bisnis juga harus bisa meraih tingkat value dan performa mereka, dengan memiliki objektif pertumbuhan perusahaan yang jelas, objektif efisiensi biaya, serta objektif pelanggan dan karyawan.
Adapun yang terakhir, sambung Adrian, bisnis juga perlu menjadi lebih agile dalam skala besar, di mana skala yang dimaksud harus berada di tingkat enterprise, operasional, serta teknologi.
“Saatnya bagi semua bisnis untuk bisa berubah menjadi Connected Enterprise. Mulailah perjalanan ini dari sekitar pelanggan Anda seefisien mungkin, dan dari situ Anda akan mampu memiliki target pertumbuhan dan peningkatan yang lebih detail untuk bisa saling terhubung satu sama lain, baik secara teknologi, operasional, dan antar karyawan,” pungkas Adrian.