CTI IT Infrastructure Summit 2022

CTI IT Infrastructure Summit 2022 Bahas Connected Enterprise dan Respons Terhadap Dinamika Bisnis

Author:

Pandemi COVID-19 menjadi tantangan sekaligus katalis bagi bisnis mempercepat transformasi digital. Keterbatasan dan krisis akibat pandemi menuntut bisnis untuk bereaksi cepat, beralih ke channel digital, serta mengubah produk dan layanan demi memenuhi permintaan pelanggan yang berubah dengan cepat. 

Bisnis didorong untuk memanfaatkan teknologi dan cara kerja baru dengan cepat, memangkas waktu implementasi solusi digital agar tetap bertahan dan mencatat pertumbuhan. Untuk mencapai hal itu, perlu dilakukan transformasi  digital yang menghubungkan front, middle, dan back-office yang fokus pada setiap proses, fungsi, dan hubungan bisnis melalui konsep Connected Enterprise. 

Dalam sesi panel discussion CTI IT Infrastructure Summit 2020 pada Kamis, 10 Maret 2022 lalu, panelis dari KPMG Singapura, Grab Indonesia, Tokopedia, dan Indosat Ooredoo Hutchison, berbagi insight menarik mengenai apa saja yang harus dilakukan perusahaan untuk menjadi connected enterprise dan bagaimana menjadi perusahaan yang customer centric. Cari tahu selengkapnya dalam artikel berikut. 

Bagaimana Menjadi Connected Enterprise yang Customer Centric?

 

Anton Ruddenklau, Head of Financial Services Advisory KPMG Singapura mengatakan, untuk menangani dinamika bisnis di era connected enterprise yang berfokus pada pelanggan, pertama-tama perusahaan harus mengubah visi dan pola pikir serta ada keinginan untuk berubah. 

“Perusahaan di abad ke-20 berbeda, harus mulai melakukan transformasi mulai dari visi , strategi, dan pola pikir. Mulai bertransformasi dengan model bisnis berkapabilisitas global,” kata Anton. 

Di samping itu, Anton juga menekankan, secara internal connected enterprise harus memiliki kemampuan untuk mendesain ulang dan memanfaatkan data. Dia juga menyebut, penting bagi perusahaan untuk membangun strategi ekosistem di era digital. 

Di sisi lain, Roy Nugroho, Director of Grab for Business, Grab Indonesia mengatakan, pihaknya fokus pada misi untuk mendorong bisnis ke ranah yang lebih luas. Caranya, dengan memberdayakan pengusaha UMKM, agen kios, dan mitra pengemudi untuk memberikan layanan kepada jutaan pengguna. 

Roy mencontohkan, selama pandemi Grab telah beradaptasi dengan kondisi melalui layanan Grab for Business (GfB). 

“Dimulai dari visi dan pola pikir, kami berupaya mendorong peningkatan ekonomi bagi mitra dan pengguna. GfB sudah menyediakan online store, marketplace aggregator untuk membantu sejak pandemi hingga sekarang. Platform GrabFood dapat menjual makanan ke semua perusahaan dari memberdayakan semua orang hingga pengusaha sehari-hari langsung ke penjualan. Hal ini sejalan dengan misi kami memberikan dampak nyata yang lebih luas untuk semua orang, menyeimbangkan end-user dan business partner,” kata Roy. 

Senada, Chief Technology Officer Tokopedia, Herman Widjaja juga mengatakan bahwa untuk menjadi connected enterprise, pihaknya fokus pada konsumen. Menurut Herman, penting bagi perusahaan untuk memahami siapa pelanggan mereka sehingga peran tim teknologi sebagai inovator dan bukan hanya hanya sebagai enabler. 

“Kita perlu mengubah pola pikir seiring dengan perubahan dunia yang memerlukan lebih banyak inovasi. Tim IT bukan lagi bekerja sebagai enabler, tetapi juga inovator untuk menghasilkan pendapatan dan menciptakan inovasi baru yang memungkinkan pelanggan berbuat lebih produktif di platform kami,” ucap Herman menjelaskan. 

Sementara itu, Chirag Sukhadia, Chief Enterprise Data Analytics Officer Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) mengungkapkan, pihaknya berupa memberikan produk dan layanan yang dipersonalisasi kepada pelanggan B2C dan B2B untuk mengantisipasi kebutuhan di masa depan. 

“Untuk sistem IT, kami lakukan dengan machine learning untuk memperkaya database dan memahami pelanggan. Kami juga menciptakan budaya pengambilan keputusan berbasis data. Kami mengutamakan pelanggan dengan menempatkan wawasan dan standar menyeluruh dengan menciptakan lebih banyak saluran digital,” ungkapnya.

Baca juga: Bagaimana Cara Ciptakan Bisnis Customer-Centric dengan Connected Enterprise?

Optimalkan dan Respons Dinamika Pasar

 

Realitas baru di era new normal mengharuskan connected enterprise untuk menghubungkan sumber data dan menadpatkan wawasan lebih cepat. Untuk itu, Anton mengatakan bahwa penting bagi perusahaan untuk menetapkan prioritas demi mengoptimalkan dan merespons dinamika pasar. 

“Pertama, coba pahami bagaimana kam mengikuti data dan model data umum. Kedua, bagaimana menjaga keamanan data termasuk sistem supply-chain dan pembayaran. Jadi pahami apa saja dinamika di pelanggan, karyawan, hingga mitra supply-chain,” ungkapnya. 

Menurutnya, selain pembayaran sebenarnya supply chain juga ranah yang rapuh. Ia mengatakan, penting bagi connected enterprise untuk memiliki tim yang dapat memahami bagaimana dan mengapa kinerja data penting untuk membuat keputusan. 

Sementara bagi Grab, perusahaan super-app asal Singapura ini mengatakan, pihaknya kerap mendapatkan feedback dari end-user dan business partner di multi-channel. Roy menuturkan, pihaknya berusaha untuk dapat cepat mengeksekusi setiap feedback yang diberikan pengguna dan mitra bisnis. 

“Saat ini GfB memiliki lebih dari 7.000 client korporat, kami mendapat feedback langsung dari mereka dan berusaha eksekusi cepat-terlebih di masa pandemi,” katanya. 

Roy mencontohkan, salah satu respons cepat Grab saat meluncurkan Grab Protect di tengah pandemi untuk memastikan keamanan mobilitas pelanggan dan pengemudi. Sementara untuk UMKM, Grab memperkenalkan GrabMart agar pebisnis kecil bergabung dalam UMKM digital. 

“Secara kualitatif, kami proaktif melakukan kunjungan online kepada mitra UMKM untuk mendengar tantangan yang mereka hadapi. Dari data itu, secara internal tim kami brainstorming untuk menciptakan produk yang impactful. Segi kuantitatifnya, ada sesuatu yang kami pastikan apa data yang kami dapat dan menbuatnya menjadi wawasan baru,” ucapnya menambahkan. 

Sebagai perusahaan marketplace, Herman tak menampik jika Tokopedia juga menghadapi tantangan ketika menerapkan kultur customer-centric. Menurutnya, teknologi dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pemecahan masalah yang fokus pada konsumen. 

“Jelas bahwa setiap orang perlu berinovasi. Inovasi digital tidak bisa hanya fokus pada teknologi itu sendiri, tetapi fokus pada perjalanan untuk mengenali pelanggan, menggunakan empati kita, menerapkan pengalaman untuk menyelesaikan masalah,” ungkap Herman. 

Menurutnya, hal itu sejalan dengan misi Tokopedia untuk menghubungkan semua orang Indonesia agar bisa mendapatkan apa pun dari mana saja, dan semua orang dapat memulai bisnis dari mana pun.  

Tak berbeda dengan IOH, Chirag mengakui jika pihaknya menempatkan pelanggan sebagai jantung utama bisnis dan inovasi. Ia mengakui jika pertumbuhan ekspansi digital merupakan aspek penting dalam inovasi, termasuk melalui kemitraan dengan sejumlah perusahaan teknologi untuk menciptakan connected enterprise. 

Chirag mengatakan, kemitraan semacam itu dapat membantu memanfaatkan intrusi keuangan serta mengubah internal dan eksternal serta investasi untuk infrastruktur jaringan IT. Chirag menyebut, investasi pada infrastruktur IT dapat memperluas jaringan, menciptakan kapasitas, meningkatkan kecepatan dan kapasitas, hingga menjadi solusi jaringan agar bisa memenuhi keinginan konsumen. 

“Kami mencari tahu bagaimana kami dapat menanggapi kebutuhan dan meningkatkan interaksi konsumen. Konsumen butuh akses jaringan sangat cepat, jadi kami mengejar bagaimana menanggap hal itu, dan terakhir memberikan produk inovatif seperti produk pinjaman untuk masyarakat yang tidak terjangkau layanan perbankan,” pungkasnya.

Share On :

Terima kasih telah berlangganan newsletter kami

Anda akan menerima informasi terbaru dari perusahaan kami