Metaverse

Menelusuri Metaverse di CTI IT Infrastructure Summit 2023

Author:

Metaverse telah menjadi topik bahasan blog CTI Group selama beberapa bulan terakhir di awal tahun ini. Adapun topik ini dipilih karena metaverse menjadi tema utama CTI IT Infrastructure Summit 2023, yang baru saja diadakan pada Kamis, 16 Maret 2023 dengan tema “The Metaverse: Why Your Business Needs to Prepare by Now?”. 

Seperti diketahui, metaverse menjadi konsep yang sudah bergaung sejak 2020, di mana menjadi teknologi yang memberikan shared space bagi penggunanya untuk berinteraksi dengan objek-objek virtual. Bahkan, banyak yang menyebut metaverse akan menjadi tren besar yang akan menggeser penggunaan internet di masa depan.  

Namun demikian, apakah metaverse benar-benar akan menjadi tren yang sesuai diprediksi? Apa benar jika teknologi ini dapat berkembang pesat dan mencuri perhatian besar dari perusahaan-perusahaan berbagai industri dan para investornya? Karenanya, artikel ini akan mengulik lebih dalam tentang potensi tersebut, sebagaimana telah dibahas para keynote speaker di CTI IT Infrastructure Summit 2023, yakni co-founder Avium Nathanael Lim, Director of Channel Alibaba Cloud Dr. Anthon Hutabarat, dan Country Director Palo Alto Network Adi Rusli. 

Metaverse Bukan Konsep Baru

Metaverse

Co-founder Avium Nathanael Lim, pada sesi keynote-nya, mengatakan bahwa metaverse sebetulnya bukan teknologi baru. Dia mengungkap, meski “diperkenalkan” Facebook saat me-rebranding perusahaannya menjadi Meta pada 2021, kata “metaverse” sudah lebih dulu diperkenalkan sejak 1992 oleh Neal Stephenson lewat novel fiksi ilmiahnya berjudul Snow Crash.  

Avium sendiri merupakan perusahaan yang berfokus untuk membangun Non-Fungible Token (NFT) untuk mendistribusikan pengalaman gaming yang lebih imersif pada komunitasnya. Misi utamanya sendiri ingin membangun jaringan studio paling besar di di Asia Tenggara dengan memanfaatkan infrastruktur Web3.  

Dalam potensi ini, Nathanael melihat bahwa karakteristik dasar teknologi metaverse juga meliputi Web 3.0 atau Web3. Lantas, apakah Web 3.0 sama dengan metaverse? 

“Web3 berbeda dengan metaverse. Jika kita menelusuri ulang, web telah memiliki beberapa iteration konsep dengan kemampuan yang terus berubah. Web1 cuma bisa read-only secara statis, Web2 sudah bisa read-write secara interaktif, dan Web3 mampu read-write-trust serta memverifikasi. Di sinilah Web3 menjadi teknologi enabler yang mendukung hadirnya metaverse,” ujar Nathanael. 

Terkait penerapan metaverse sendiri, Nathanael menekankan ada beberapa poin yang harus diperhatikan bisnis yang hendak mengadopsinya. Pertama, dia menjelaskan bahwa bisnis harus mengetahui lebih dulu siapa audiens yang hendak menggunakan teknologi ini sehingga budget yang akan dikeluarkan bisa sesuai. 

“Lalu yang kedua adalah experience. Bisnis perlu kembali evaluasi ulang apakah pemanfaatan metaverse betul-betul bisa meningkatkan pengalaman pengguna mereka sehingga dapat mendorong revenue,” tuturnya. 

Dan yang terakhir, bisnis juga perlu mengkalkulasikan apa saja tantangan dan pertimbangan saat mengadopsi metaverse, seperti aksesibilitas, persyaratan hardware yang mau digunakan, antarmuka, serta yang terpenting adalah peraturan legal yang akan berlaku. 

Apakah Orang Indonesia Bakal Adopsi Metaverse?

Metaverse

Pada kesempatan yang sama, Director of Channel Alibaba Cloud Dr. Anthon Hutabarat menekankan terkait relevansi metaverse dengan kebutuhan penggunanya di era sekarang, khususnya di Indonesia. Menurutnya, metaverse menjadi teknologi yang dapat memperkuat kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial.  

Metaverse bukan cuma soal game atau virtual reality, tapi lebih dari itu teknologi ini bisa menciptakan pengalaman baru, yang bisa menjawab kebutuhan orang-orang,” kata Anthon. 

Dalam penerapannya, Anthon menyebut metaverse akan didukung teknologi BIGANT, yang merupakan kepanjangan dari Blockchain, Interactive, Game, AI, Network and Computing, serta Things (Internet of Things). 

Tak cuma di Indonesia tetapi juga di dunia, potensi yang dihadirkan metaverse adalah “memvirtualisasikan” berbagai jenis situasi dan kebutuhan, seperti transportasi, cara manusia berbelanja, menonton film, membaca buku, dan masih banyak lagi. Peluang ini pasti akan memicu zero marginal cost dan menguntungkan bisnis. 

Menggali Risiko Keamanan di Metaverse 

Metaverse

Country Director Palo Alto Network Adi Rusli mengangkat isu keamanan siber dalam penerapan metaverse. Sejak pandemi, kehadiran hybrid working ternyata menciptakan risiko yang cukup besar. Sebab, semakin banyak perangkat dan pengguna remote dengan cloud deployment yang semakin canggih. 

“Inisiatif digital yang mulai dijalankan ini ternyata membuka attack surface yang lebih lebar,” ujarnya. 

Jika dikaitkan dengan metaverse, kata Adi, platform-nya akan saling terkoneksi, seperti jaringan 5G dan beberapa komponen komputasi lainnya. Hal ini akan memicu risiko karena berpotensi memberikan dampak keamanan terhadap identitas dan privasi pengguna metaverse. 

Belum lagi, Adi melanjutkan, identitas akan menjadi salah satu isu yang perlu diperhatikan di metaverse. Avatar yang digunakan pengguna metaverse, katanya, bisa disalahgunakan pengguna untuk menyamar dan mendengar percakapan pengguna lain. Tak cuma itu, avatar ini juga bisa digunakan untuk identitas palsu dan juga deep fake. 

Karenanya, Adi menekankan bahwa keamanan siber menjadi strategi yang kohesif untuk menangani risiko keamanan dan attack vector di metaverse. 

“Karenanya, direkomendasikan bagi bisnis yang mengadopsi metaverse untuk kembali ke hal tradisional, di mana menerapkan konsep zero trust untuk menghilangkah segala jenis implicit trust di dalam metaverse,” katanya. 

Selain itu, platform metaverse yang digunakan juga menjadi perhatian penting dalam keamanan siber. Pasalnya, integrasi dan komunikasi antara satu dengan yang lainnya harus dilindungi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan keamanan jaringan dan cloud dalam penanganan ini. 

Adapun dari sisi SOC (Security Operations Center), bisnis juga harus melengkapi keamanannya dengan rate intelligence. “Kalau bisa, bisnis dapat bekerja dengan partner Managed Service untuk memaksimalkan cara ini,” tutupnya. 

Baca Juga: Apa Saja Komponen Teknologi Pendukung untuk Metaverse? 

Tentang CTI IT Infrastructure Summit 2023

CTI IT Infrastructure Summit adalah gelaran tahunan yang diadakan oleh CTI Group dengan melibatkan praktisi, vendor, peneliti, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk mengupas tuntas tren dan tantangan yang akan berkembang saat ini dan ke depan. Di ajang CTI IT Summit 2023, metaverse akan menjadi topik utama yang akan dikupas tuntas.    

Mengangkat tema “The Metaverse: Why Your Business Needs to Prepare by Now?“, ajang CTI IT Infrastructure Summit kesembilan ini telah menghadirkan pembicara dari kalangan IT expert, CEO, CIO, dan pemangku kebijakan untuk mengeksplorasi kesiapan perusahaan dalam menghadapi kehadiran teknologi metaverse.   

CTI IT Infrastructure Summit 2023 yang diselenggarakan di Jakarta pada Kamis, 9 Maret 2023, terbuka untuk para profesional dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Setiap tahun acara ini berhasil menarik perhatian dan menarik ratusan peserta dari berbagai industri.  

Dapatkan Beragam Solusi Teknologi Canggih dari CTI Group

Dapatkan update informasi mengenai teknologi canggih yang saat ini berkembang dan yang akan menjadi tren ke depannya dari CTI Group. Didukung oleh lebih dari 250 engineer berpengalaman dan bersertifikat dengan lebih dari 100 brand IT kelas dunia dari 13 subsidiari, CTI Group memastikan bisnis Anda berjalan optimal, dengan teknologi yang dapat menjadi komponen penghubung yang dapat merealisasikan konsep metaverse di dalam bisnis Anda sehingga dapat membantu banyak orang dalam membangun ekonomi digital di Indonesia. Untuk informasi lengkap mengenai solusi digital kami, hubungi laman berikut ini. 

Share On :

Terima kasih telah berlangganan newsletter kami

Anda akan menerima informasi terbaru dari perusahaan kami